Dalam rangka membantu mengatasi defisit ini, Pemerintah melakukan intervensi dengan memberikan Penanaman Modal Negara (PMN) sebesar Rp5 triliun (pada tahun 2015) dan Rp6,8 triliun (2016), serta memberikan bantuan belanja APBN sebesar Rp3,6 triliun (2017) dan Rp10,3 triliun (2018).
Intervensi Pemerintah dalam bentuk PMN maupun bantuan belanja APBN itu sendiri belum dapat menutup keseluruhan defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan, sehingga masih menyisakan defisit sebesar Rp1,9 triliun (2014), Rp4,4 triliun (2015), Rp10,2 triliun (2017), dan Rp9,1 triliun (2018).
Tanpa kenaikan iuran, besaran defisit DJS Kesehatan akan terus naik, diperkirakan akan mencapai Rp32 triliun di tahun 2019, Rp44 triliun (2020), Rp56 triliun (2021), dan Rp65 triliun (2022).
Dengan perkembangan kondisi keuangan DJS Kesehatan seperti di atas, kenaikan iuran sangat diperlukan dalam rangka menjaga keberlangsungan program JKN. Tentu saja, dalam rangka menjaga keberlangsungan program JKN, disamping kenaikan iuran, juga diperlukan perbaikan sistem JKN secara menyeluruh.
Jangan sampai program JKN yang manfaatnya telah dirasakan oleh sebagian besar penduduk Indonesia terganggu keberlangsungannya. Selama tahun 2018, total pemanfaatan layanan kesehatan melalui JKN mencapai 233,9 juta layanan, yang terdiri dari 147,4 juta layanan pada Fasilitas Kesehatan Tahap Pertama (FKTP), 76,8 juta layanan rawat jalan RS, dan 9,7 juta layanan rawat inap RS. Secara rata-rata, jumlah layanan kesehatan melalui JKN mencapai 640.822 layanan setiap hari.
Komentar
Posting Komentar